Dibuka: Jurusan Ibu Rumah Tangga (Dear Patriarchal Society)

Pertama-tama, saya tegaskan di awal dulu bahwa tulisan ini tidak bermaksud meremehkan seorang Ibu Rumah Tangga. Saya tidak meremehkan, karena gilak ya ngurus anak kecil di rumah, masak, bersih-bersih rumah, cuci baju, seterika - duilah repotnya Masya Allah. Belum lagi bagaimana seorang ibu rumah tangga harus menekan ego diri sendiri untuk kebaikan keluarga. Yang saya tekankan di sini adalah bahwa harusnya menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang benar-benar dipilih dari pihak istri. Bukan paksaan suami, atau bukan anjuran pria-pria pro patriarki yang nggak mau ngaku kalo dirinya pola pikirnya masih patriakal. As long as you, as a woman, choose that for the best of your family (and yourself), it's okay. Tapi kalo situ lakik ribut amat nyuruh kaum perempuan sebaiknya jadi ibu rumah tangga semua, nah saya mangkel. 


....

Di tengah semangat feminisme saat ini, bagi saya ada perbedaan yang mencolok antara feminisme barat dan timur. Feminisme barat cenderung lebih progresif dan sekular, dimana kesetaraan gender yang dituntut menghasilkan pola hidup yang jauh berbeda dengan pola hidup di Indonesia. Terkadang feminisme ini sedikit radikal. Sebagai contoh, free the nipple, pilihan wanita untuk hidup single dan tidak punya anak, dsb. Mau tahu gimana pola pikir feminis barat? Gampangnya tonton aja Sex and The City. Nah, kalo di Indonesia, semangat feminisme itu lebih terbatas dan konservatif : sebatas perempuan boleh bekerja, boleh sekolah, dll. Tapi, kemudian ada kecenderungan sosial yang mengharuskan perempuan pada akhirnya harus tetap menikah, mengurus anak dan suami. Intinya: menjadi wanita karier itu boleh, tapi jangan lupakan kodrat Anda sebagai perempuan.

Oke, bicara masalah kodrat itu bahasannya jadi rame. Kodrat itu apa sih? Kodrat itu diciptakan Tuhan, atau diciptakan masyarakat? Kodrat perempuan menjadi seorang istri dan ibu. Okaylah. Tapi apa iya SEMUA perempuan diberikan pemikiran, naluri, insting yang mendukung dia untuk jadi ibu dan istri yang baik sesuai standar masyarakat? Karena saya sendiri secara pribadi tidak. Saya tidak terlalu suka anak kecil (ngaku ae wes) - kecuali keponakan sendiri, and even I'm not good taking care a child. Menjadi istri, saya sendiri juga ga suka memanjakan pria. Kebanyakan pria yang saya tahu tentang istri idaman adalah: istri yang patuh, manja, lembut, (kalo bisa cantik), masakannya enak. Nah, saya sama sekali berlawanan. Apa saya menyalahi kodrat? Atau otak dan lingkungan yang membentuk saya adalah kodrat tersendiri, yang tidak sesuai dengan kodrat di pemikiran masyarakat umum? Can you blame me? Itulah kenapa saya dulu habis lulus kuliah nunda kawin, hingga akhirnya malah ditinggal kawin. A little bit ironic, but that's out of the topic. Lol. 

Di tengah gencarnya media sosial lainnya seperti path, twitter dan instagram, saya dari sedikit yang masih suka buka facebook - karena sejujurnya content-nya lebih beragam dan nggak hedon dibandingkan yang lainnya. Nah, berhubung teman-teman facebook seumuran, dimana rata-rata udah pada kawin dan punya anak, maka tentu saya status - status yang bermunculan kebanyakan ngomongin pernikahan, menjadi istri, menjadi ibu, dan lain sebagainya. Pagi, ini saya tergelitik dengan sebuah tulisan berikut:



Ada beberapa hal yang saya sebalkan dari pertanyaan sederhana di atas:
1. Yang nulis laki-laki.
2. Seolah-olah, tuntutan menjadi seorang istri dan ibu dalam kehidupan bermasyarakat jauh lebih tinggi dibandingkan tuntutan menjadi seorang suami dan ayah. Padahal, naluri perempuan untuk merawat anak jelas jauh lebih besar dari naluri seorang laki-laki. Jadi, sebagai ayah, harusnya laki-laki lebih berat usahanya dalam merawat dan melindungi anak. Dan sebagai suami, banyakan yang cuek dan selengki ya si lakik.
3. Ini seperti mendegradasi emansipasi. (Mungkin saya aja kalik yang udah kadung sinis ama tulisan macam begini)

Pola pikir masyarakat umum Indonesia mengenai peran perempuan juga kurang lebih bisa ditarik kesimpulan 2 hal:

1. Kodrat perempuan adalah menjadi Ibu dan Istri.
Menjadi wanita karir yang ambisius dan sukses akan mengakibatkan anak yang terlantar (dan suami yang jarang belaian). Pernah baca nggak ada tulisan tentang seorang anak yang bertanya kepada ibunya apakah perhiasan boleh dititipkan ke pembantu, trus dijawab si ibu nggak boleh. Lantas si anak bertanya lagi dalam kalimat akhir yang dramatis, "Kalau perhiasan tidak boleh, kenapa ibu menitipkanku ke pembantu?". Intinya, fitrah perempuan adalah terbatas pada menjadi ibu dan istri. (Kalo laki boleh aja deh mau jadi apa selain suami dan ayah, mau jadi presiden, astronot, tukang becak, wiraswasta, gag ada yang ngelarang!).
2. Menjadi Ibu haruslah tetap cerdas, karena itu harus berpendidikan tinggi.
Untuk mendidik anak, dibutuhkan seorang ibu yang cerdas. Karena itu perempuan harus tetap menimba ilmu pendidikan tinggi, salah satunya dengan kuliah.

Dua hal di atas sebenarnya rada bertentangan. Perempuan dianjurkan kuliah dan berpendidikan setinggi-tingginya, tapi karir yang paling baik adalah menjadi ibu dan istri. Dan kesimpulan nyinyir yang saya dapatkan adalah perempuan harus tetap berpendidikan tinggi sekedar alasan konformitas di era emansipasi yang maksimal bisa diberikan oleh mereka-mereka itu (#nomention). Belum lagi beredar banyak artikel motivasi yang dibungkus agama, tentang fitrah perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga, dan ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan mulia. Saya juga kesulitan menemukan relevansi antara kuliah tinggi menjadi modal yang kuat untuk bisa menjadi ibu dan istri yang baik. Karena setau saya kalo kuliah, yang dipelajari sangat spesifik tentang ilmu kuliah yang dimasuki, kagak ada hubungannya sama "menjadi istri dan ibu yang baik" - yang sesuai dengan standar yang ditetapkan mainstream people. Mungkin yang dimaksud adalah 'pengalaman saat kuliah', bukan kuliah itu sendiri.

Nah, karena itulah... buat yang suka menganjurkan seorang perempuan WAJIB BERPENDIDIKAN TINGGI, tapi SEBAIKNYA WAJIB JADI IBU RUMAH TANGGA (yang baik dan benar - lagi-lagi menurut standar situ), maka gimana kalo ada sebuah universitas atau institusi yang khusus membuka jurusan ibu rumah tangga? Jadi, materinya akan sangat spesifik menjadi ibu rumah tangga yang baik dan benar menurut situ. Kurikulumnya disesuaikan dengan maunya situ. Gimana? Mau ga situ sekolahin anak perempuannya di situ?

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer